UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS 2
SDN 4 BAYUNG LENCIR PADA MATA PELAJARAN PKN
TENTANG MEMBIASAKAN HIDUP BERGOTONG ROYONG
MELALUI METODE TUTOR SEBAYA
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR
MATA KULIAH PEMANTAPAN KEMAMPUAN PROFESIONAL (PKP)
KODE MATA KULIAH PDGK 4501
SDN 4 BAYUNG LENCIR PADA MATA PELAJARAN PKN
TENTANG MEMBIASAKAN HIDUP BERGOTONG ROYONG
MELALUI METODE TUTOR SEBAYA
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHIR
MATA KULIAH PEMANTAPAN KEMAMPUAN PROFESIONAL (PKP)
KODE MATA KULIAH PDGK 4501
OLEH
YOHANES ADI SUSILO
NIM 817223831
UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH
UNIVERSITAS TERBUKA
2012.2
YOHANES ADI SUSILO
NIM 817223831
UNIT PROGRAM BELAJAR JARAK JAUH
UNIVERSITAS TERBUKA
2012.2
KATA PENGANTAR
Selama proses pembelajaran berlangsung pasti akan ditemukan berbagai macam masalah dan hal tersebut perlu diadakan pemecahan masalah dengan optimal. Kegiatan pembelajaran tidak pernah terlepas dari metode maupun media pembelajaran yang dapat membantu tercapainya ketuntasan belajar.
Oleh karena itu, untuk memecahkan masalah yang timbul dalam pembelajaran, penulis melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sebab sasaran akhir PTK adalah perbaikan pembelajaran. Dan penelitian tindakan kelas ini dibuat dalam bentuk laporan yang memuat pendahuluan, perencanaan, pelaksanaan, perbaikan pembelajaran, temuan hasil yang diperoleh, serta kesimpulan dan saran.
Untuk mewujudkan semua harapan itu tidak terlepas dari bantuan semua pihak. Tanpa bantuan semua pihak maka harapan ini tidak akan tercapai.
Semoga laporan Pemantapan Kemampuan Profesioanl (PKP) ini akan membantu semua siswa dan guru dalam proses belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) serta berguna bagi dunia pendidikan pada umumnya. Saran dan kritik yang mambangun akan selalu diharapkan. Atas semua bantuanya penulis ucapkan banyak terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
DAFTAR GRAFIK ...................................................................................... ix
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1. Identifikasi Masalah ............................................................................. 5
2 Analisis Masalah ................................................................................... 6
3 Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah ........................................ 6
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran ............................................. 7
D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran .......................................... 7
BAB II.
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan SD ........................................... 9
1. Pengertian ........................................................................................... 9
2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaran ................................................... 11
B. Tingkatan Pemahaman Siswa Terhadap Materi Ajar ............................... 13
C. Hasil Belajar ............................................................................................... 14
1. Pengertian Hasil Belajar ...................................................................... 14
2. Tipe Hasil Belajar ................................................................................ 14
D. Metode ....................................................................................................... 16
E. Metode Tutor Sebaya .................................................................................. 17
BAB III.
PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN
A. Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian) ...................................................... 19
1. Subjek Penelitian ................................................................................ 19
2. Tempat Penelitian ................................................................................ 19
3. Waktu Penelitian
B. Desain Prosedur Perbaikan pembelajaran ............................................... 19
1. Masa Prasiklus (Orientasi) ................................................................... 20
2. Siklus I ................................................................................................. 20
3. Siklus II ............................................................................................... 21
C. Teknik Analisis Data .............................................................................. 23
BAB IV.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Perbaikan Pembelajaran .................................................. 24
1. Hasil Pengolahan Data ......................................................................... 24
2. Observasi .............................................................................................. 26
3. Refleksi ................................................................................................ 27
B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran ............................. 28
1. Rencana Pembelajaran (Orientasi) ...................................................... 28
2. Siklus I ................................................................................................. 29
3. Siklus II ............................................................................................... 29
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT
A. Simpulan ................................................................................................. 30
B. Saran Tindak Lanjut ............................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang dapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik di masa mendatang, telah mendorong berbagai upaya dan perhatian dari pemerintah, komponen pendidikan serta seluruh lapisan masyarakat terhadap gerak langkah dan perkembangan dunia pendidikan. Menurut Nanang Fattah dan H Mohammad Ali (MBS : 1.3) pendidikan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, pada intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan, mengubah perilaku serta meningkatkan kualitas hidup.
Pada kenyataannya, pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana melainkan suatu kegiatan dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan akan selalu berubah seiring dengan perubahan zaman. Setiap saat pendidikan selalu menjadi fokus perhatian, bahkan tidak jarang menjadi sasaran ketidakpuasan karena pendidikan menyangkut kepentingan semua orang. Pendidikan tidak hanya menyangkut investasi dan kehidupan di masa yang akan datang, melainkan juga menyangkut kondisi dan suasana kehidupan saat ini. Itulah sebabnya pendidikan senantiasa memerlukan perbaikan dan peningkatan, sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan kehidupan masyarakat.
Proses pendidikan di sekolah diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan derajat sosial masyarakat bangsa, perlu dikelola, diatur, dan diberdayakan, agar dapat menghasilkan produk atau hasil secara optimal. Dengan kata lain sekolah sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan, merupakan sistem yang memiliki berbagai perangkat dan unsur saling berkaitan tentunya memerlukan pemberdayaan. Secara internal sekolah memiliki perangkat kepala sekolah, guru, murid, kurikulum, sarana dan prasarana. Secara eksternal sekolah memiliki hubungan dengan instansi lain baik secara vertikal maupun horizontal. Oleh karena itu, sekolah memerlukan pengelolaan yang akurat agar dapat memberikan hasil yang optimal, sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan semua pihak yang berkepentingan.
Sekolah sebagai penyelengara pendidikan harus memiliki perangkat kurikulum sebagai rencana yang strategis untuk melaksanakan rencana secara menyeluruh dan berjangka panjang dalam pencapaian tujuan pendidikan. Senada dengan kebijakan pemerintah mengenai desentralisasi pendidikan, memberikan kewenangan untuk mengelola sendiri organisasi sekolah. Sehingga sekolah diberi kekuasaan dan kewenangan untuk menyusun serta melaksanakan kurikulum yang dibuat oleh komponen pendidikan di sekolah tersebut.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sebagai kurikulum yang disusun dan ditetapkan secara lokal dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi dan diharapkan dapat memberikan keuntungan, seperti kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung terhadap peserta didik, orang tua dan para pendidik, bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya lokal secara efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral peserta didik, para pendidik dan iklim sekolah. Selain itu dibutukan adanya suatu perhatian bersama untuk mengambil keputusan dalam memberdayakan guru, manajemen sekolah dan perubahan perencanaan pengelolaan sekolah.
Dengan demikian upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional maupun tujuan kelembagaan dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam meningkatkan profesionalitasnya untuk menciptakan proses pembelajaran secara optimal dan mampu mengevaluasi secara obyektif. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh seorang pendidik tentunya harus mengacu pada kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang terdapat dalam kurikulum. KKM merupakan tolak ukur pencapaian tujuan pembelajaran dari setiap mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator. Agar KKM yang ditetapkan menjadi tolak ukur yang absah tentunya harus memenuhi standar penilaian pendidikan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2007 yang isinya, “ Bahwa dalam rangka mengendalikan mutu hasil pendidikan sesuai standar nasional pendidikan dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Standar Penilaian Pendidikan dengan peraturan menteri pendidikan nasional”. Standarisasi penilaian yang disusun dan ditetapkan di sekolah oleh seluruh komponen pendidikan dalam rapat akhir tahun sebagai persiapan menghadapi tahun pelajaran baru yang lebih baik.
Di Sekolah Dasar Negeri 4 Bayung Lencir KKM untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, standar kompetensi, kompetensi dasar dan khususnya pada indikator membiasakan hidup bergotong royong ditetapkan sbagai mana terdapat pada tabel 1, yaitu:
Kriteria Ketuntasan Minimal Pendidikan Kewarganegaraan
SD Negeri 4 Bayung Lencir
No Program Pembelajaran Semester II
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan KKM
1 Standar Kompetensi:
Membiasakan hidup bergotong royong 71
2 Kompetensi dasar:
Melaksanakan hidup rukun, saling berbagi dan tolong menolong di rumah dan di sekolah. 70
3 Indikator:
Membuat daftar kegiatan pembagian tugas di rumah.
Membuat daftar kegiatan pembagian tugas di sekolah. 70
4 Ketercapaian hasil evaluasi pembelajaran membiasakan hidup bergotong royong. 62
Tabel 1.1. Kriteria Ketuntasan Minimal Pendidikan Kewarganegaraan
Penentuan KKM dengan nilai 70, alasannya karena tingkat kompleksitas materi pembelajaran, daya dukung pendidik dan sarana belajar serta intaks peserta didik terhadap materi tidak terlalu asing bagi mereka. Dengan kata lain pengalaman dan pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik cukup mendukung untuk mencapai target tersebut. Namun, untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam pelaksanaan pembelajaran, pendidik harus melakukan usaha secara maksimal, agar harapan dan tujuan dapat tercapai dengan memuaskan.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang dapat memberikan harapan dan kemungkinan yang lebih baik di masa mendatang, telah mendorong berbagai upaya dan perhatian dari pemerintah, komponen pendidikan serta seluruh lapisan masyarakat terhadap gerak langkah dan perkembangan dunia pendidikan. Menurut Nanang Fattah dan H Mohammad Ali (MBS : 1.3) pendidikan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, pada intinya bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan, mengubah perilaku serta meningkatkan kualitas hidup.
Pada kenyataannya, pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana melainkan suatu kegiatan dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan akan selalu berubah seiring dengan perubahan zaman. Setiap saat pendidikan selalu menjadi fokus perhatian, bahkan tidak jarang menjadi sasaran ketidakpuasan karena pendidikan menyangkut kepentingan semua orang. Pendidikan tidak hanya menyangkut investasi dan kehidupan di masa yang akan datang, melainkan juga menyangkut kondisi dan suasana kehidupan saat ini. Itulah sebabnya pendidikan senantiasa memerlukan perbaikan dan peningkatan, sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntutan kehidupan masyarakat.
Proses pendidikan di sekolah diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta meningkatkan derajat sosial masyarakat bangsa, perlu dikelola, diatur, dan diberdayakan, agar dapat menghasilkan produk atau hasil secara optimal. Dengan kata lain sekolah sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan, merupakan sistem yang memiliki berbagai perangkat dan unsur saling berkaitan tentunya memerlukan pemberdayaan. Secara internal sekolah memiliki perangkat kepala sekolah, guru, murid, kurikulum, sarana dan prasarana. Secara eksternal sekolah memiliki hubungan dengan instansi lain baik secara vertikal maupun horizontal. Oleh karena itu, sekolah memerlukan pengelolaan yang akurat agar dapat memberikan hasil yang optimal, sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan semua pihak yang berkepentingan.
Sekolah sebagai penyelengara pendidikan harus memiliki perangkat kurikulum sebagai rencana yang strategis untuk melaksanakan rencana secara menyeluruh dan berjangka panjang dalam pencapaian tujuan pendidikan. Senada dengan kebijakan pemerintah mengenai desentralisasi pendidikan, memberikan kewenangan untuk mengelola sendiri organisasi sekolah. Sehingga sekolah diberi kekuasaan dan kewenangan untuk menyusun serta melaksanakan kurikulum yang dibuat oleh komponen pendidikan di sekolah tersebut.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sebagai kurikulum yang disusun dan ditetapkan secara lokal dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi dan diharapkan dapat memberikan keuntungan, seperti kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung terhadap peserta didik, orang tua dan para pendidik, bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya lokal secara efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral peserta didik, para pendidik dan iklim sekolah. Selain itu dibutukan adanya suatu perhatian bersama untuk mengambil keputusan dalam memberdayakan guru, manajemen sekolah dan perubahan perencanaan pengelolaan sekolah.
Dengan demikian upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional maupun tujuan kelembagaan dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam meningkatkan profesionalitasnya untuk menciptakan proses pembelajaran secara optimal dan mampu mengevaluasi secara obyektif. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh seorang pendidik tentunya harus mengacu pada kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang terdapat dalam kurikulum. KKM merupakan tolak ukur pencapaian tujuan pembelajaran dari setiap mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator. Agar KKM yang ditetapkan menjadi tolak ukur yang absah tentunya harus memenuhi standar penilaian pendidikan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2007 yang isinya, “ Bahwa dalam rangka mengendalikan mutu hasil pendidikan sesuai standar nasional pendidikan dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Standar Penilaian Pendidikan dengan peraturan menteri pendidikan nasional”. Standarisasi penilaian yang disusun dan ditetapkan di sekolah oleh seluruh komponen pendidikan dalam rapat akhir tahun sebagai persiapan menghadapi tahun pelajaran baru yang lebih baik.
Di Sekolah Dasar Negeri 4 Bayung Lencir KKM untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, standar kompetensi, kompetensi dasar dan khususnya pada indikator membiasakan hidup bergotong royong ditetapkan sbagai mana terdapat pada tabel 1, yaitu:
Kriteria Ketuntasan Minimal Pendidikan Kewarganegaraan
SD Negeri 4 Bayung Lencir
No Program Pembelajaran Semester II
Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan KKM
1 Standar Kompetensi:
Membiasakan hidup bergotong royong 71
2 Kompetensi dasar:
Melaksanakan hidup rukun, saling berbagi dan tolong menolong di rumah dan di sekolah. 70
3 Indikator:
Membuat daftar kegiatan pembagian tugas di rumah.
Membuat daftar kegiatan pembagian tugas di sekolah. 70
4 Ketercapaian hasil evaluasi pembelajaran membiasakan hidup bergotong royong. 62
Tabel 1.1. Kriteria Ketuntasan Minimal Pendidikan Kewarganegaraan
Penentuan KKM dengan nilai 70, alasannya karena tingkat kompleksitas materi pembelajaran, daya dukung pendidik dan sarana belajar serta intaks peserta didik terhadap materi tidak terlalu asing bagi mereka. Dengan kata lain pengalaman dan pengetahuan awal yang dimiliki peserta didik cukup mendukung untuk mencapai target tersebut. Namun, untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam pelaksanaan pembelajaran, pendidik harus melakukan usaha secara maksimal, agar harapan dan tujuan dapat tercapai dengan memuaskan.
Namun, persoalan yang timbul dalam usaha pencapaian KKM yang telah ditetapkan, tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Proses pembelajaran yang telah dirancang, dilaksanakan dan dievaluasi secara maksimal tidak membuahkan hasil yang optimal. Hasil yang dicapai oleh peserta didik masih berada dibawah kriteria ketuntasan minimal yang telah ditentukan. Belum ketercapaianya kriteria ketuntasan minimal tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menunjang ketercapaian hassil proses pembelajaran
Dalam situasi seperti ini, peneliti mengasumsikan adanya tiga pertanyaan yang sangat penting dari hasil proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pertama, bagaimana cara mempertanggungjawabkan ketidakberhasilan proses pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dilaksanakan?, pertanyaan yang kedua, strategi apa yang harus diterapkan dalam memperbaiki ketidakberhasilan proses pencapaian tujuan pembelajaran agar tercapai hasil yang optimal? dan yang ke tiga bagaimana operasionalisasi dari konsep dan prinsip-prinsip belajar di dalam pengelolaan proses pembelajaran telah sesuai dengan kriteria untuk menilai kelayakan dan kecukupan yang dijadikan ukuran bagi semua faktor yang mendukung ketercapaian tujuan?.
Sebagai jawaban atas pertanyaan yang timbul dari adanya kesenjangan antara tujuan dan hasil pembelajaran yang dicapai, peneliti melakukan kerjasama dengan teman sejawat sekolah dan supervisor. Kegiatan ini dilakukan secara bebas dan demokratis yang diawali dengan proses observasi yang dilakukan supervisor dan teman sejawat terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh penulis dan peserta didik, curah pendapat dan memberikan motivasi pada peneliti untuk lebih meningkatkan mutu pembelajaran. Tujuan melakukan kerjasama dengan teman sejawat dan supervisor untuk :
1. Mengetahui segala aspek proses pembelajaran, keunggulan strategi yang diterapkan maupun masalah-masalah yang dihadapi akibat kelemahan yang dialami penulis.
2. Melakukan analisis terhadap perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan hasil proses pembelajaran, apabila kriteria yang ditentukan tidak tercapai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
3. Melakukan refleksi diri, untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya meningkatkan mutu proses pembelajaran yang diharapkan oleh pendidik, peserta didik dan komponen pendidikan lainnya.
4. merumuskan isu atas permasalahan yang timbul dan harus mencari alternatif pemecahan masalahnya serta menetapkan perencanaan tindakan perbaikan yang akan dilakukan.
Sebagai gambaran keterkaitan kegiatan yang dilakukan penulis dalam proses pembelajaran dan hasil observasi yang dilakukan supervisor dan teman sejawat, dapat ditemukan permasalahan yang dianggap sebagai faktor penyebab adanya kesenjangan antara tujuan dan hasil proses pembelajaran. Permasalahan yang teridentifikasi dijadikan bahan rujukan bagi penulis untuk melakukan refleksi diri, agar proses pencapaian tujuan pembelajaran selanjutnya, dapat dicapai sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan bahkan lebih. Pada akhirnya penulis menyimpulkan seluruh temuan permasalahan yang teridentifikasi menjadi bahan kajian yang perlu dianalisa.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil analisis dan refleksi proses pembelajaran pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) tentang membiasakan hidup bergotong royong yang telah didiskusikan dengan supervisor, terungkap beberapa permasalahan. Adapun permasalahan yang terungkap yaitu:
1. Peserta didik kurang aktif dalam proses pembelajaran.
2. Peserta didik kurang berani untuk menyampaikan pendapat dalam diskusi.
3. Peserta didik kurang termotivasi untuk belajar PKn.
4. Peserta didik menganggap mudah terhadap materi PKn.
5. Apabila diberikan pertanyaan yang menuntut untuk berpikir, pertanyaan sering tidak dijawab dengan baik.
6. Peserta didik kurang memberikan respon positif terhadap pendapat yang disampaikan orang lain.
7. Rendahnya pemahaman peserta didik terhadap nilai-norma dan sikap dalam bermusyawarah.
Analisis Masalah
Guru jarang memberikan motivasi terhadap peserta didik.
Guru tidak jelas dalam menyampaikan tugas dan informasi terhadap peserta didik.
Guru kurang memberikan respon dalam bentuk penghargaan terhadap pendapat yang disampaikan peserta didik.
Guru belum menerapkan strategi yang tepat untuk menumbuhkan motivasi belajar kepada peserta didik.
Guru terlalu cepat dan kurang sistematis dalam penyampaian tugas diskusi pada peserta didik.
Guru belum mampu menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan hakekat dan karakteristik materi pembelajaran yang diampunya.
Alternatif dan Prioritas Masalah
Dari hasil paparan identifikasi dan analisis masalah diatas penulis sangat paham apa yang menjadi masalah dalam proses belajar mengajar di kelas IIa SD Negeri 4 Bayung Lencir. Sehingga penulis memilih mengunakan metode tutor sebaya sebagai alternatif dalam meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
Rumusan Masalah
Hasil identifikasi permasalan yang telah didiskusikan bersama supervisor dan teman sejawat menjadi bahan kajian bagi penulis untuk melakukan refleksi diri, pada akhirnya dapat disimpulkan sebagai rumusan masalah yang harus dicari alternatif pemecahanya dan tindakan/rencana yang dapat dilakukan untuk melaksanakan perbaikan. Adapun rumusan masalahnya adalah:
“Bagaimana meningkatkan motivasi belajar peserta didik pada pembelajaran PKn tentang membiasakan hidup bergotong royong melalui penerapan metode tutor sebaya di kelas II SDN 4 Bayung Lencir?”
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik pada pembelajaran PKn tentang bentuk pengambilan keputusan dalam bermusyawarah. Mengkaji bagaimana cara membelajarkan peserta didik mengenai konsep dan nilai konsep PKn tersebut agar menjadi manusia yang cerdas, terampil, bertanggung jawab sebagai warga negara, serta berpartisipasi aktif dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Tujuan khusus
Melalui penerapan metode pembelajaran tutor sebaya dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tentang membiasakan hidup bergotong royong di kelas II SD Negeri 4 Bayung Lencir.
Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
1. Manfaat bagi peserta didik
a. Perbaikan akan membawa dampak positif bagi peserta didik, karena mereka akan mendapat kesempatan untuk lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran dan menumbuhkan rasa percaya dirinya.
b. Perbaikan dengan menerapkan metode tutor sebaya akan membawa peserta didik ke situasi belajar yang bervariatif sesuai karakteristik materi yang dikolaborasikan dengan metode-metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru.
c. Perbaikan akan meningkatkan motivasi belajar peserta didik terhadap konsep dan nilai konsep PKn dalam pembelajaran secara maksimal.
2. Manfaat Bagi Guru
a. Perbaikan dimanfaatkan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dikelolanya sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran secara optimal.
b. Perbaikan yang dilakukan oleh guru akan mendapat kesempatan untuk mengembangakan ilmu pengetahuan dan keterampilan profesional yang dimlikinya.
c. Perbaikan akan memotivasi guru untuk mencoba mengembangkan inovasi yang positif dalam membelajarkan peserta didiknya.
d. Perbaikan akan membuat guru selalu melakukan analisis terhadap kinerjanya, sehingga menemukan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, kemudian berusaha untuk mengatasi dengan alternatif pemecahan masalah yang akan menjadikan kekuatan rasa percaya terhadap kemampuan pada diri sendiri.
Manfaat Bagi Sekolah
Pendidikan di sekolah akan meningkat secara kualitas maupun kuantitas seiring dengan kemampuan profesional para pendidiknya. Selain itu, penanggulangan berbagai masalah belajar, perbaikan terhadap konsep yang keliru, serta kesulitan mengajar yang dialami akan segera teratasi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SD
Pengertian
Pendidikan Kewarganegaraan secara teori dapat dinyatakan sebagai; ”seleksi dan adaptasi dari lintas disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk mencapai salah satu tujuan IPS “ (Somantri, 2001:159).
Lebih lanjut Muhammad Nu’man Somantri (2001:154) mengemukakan bahwa: “ Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara’.
Sedangkan Djahiri (2002:91) menjelaskan secara lebih luas tentang makna PKn sebagai berikut:
”PPKN sebagai bagian pendidikan ilmu kewarganegaraan atau PKn di manapun dan kapanpun sama/mirip, yakni program dan rekayasa pendidikan untuk membina dan membelajarkan anak menjadi warganegara yang baik, iman, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki nasionalisme (rasa kebangsaan) yang kuat/mantap, sadar serta mampu membina serta melaksanakan hak dan kewajiban dirinya sebagai manusia, warga masyarakat dan bangsa negaranya, taat asas/ketentuan (rule of law) , demokratis dan partisipatif, aktif-kreatif-positif dalam kebhinnekaan kehidupan masyarakat bangsa-negara madani (civil sociaty) yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta kehidupan yang terbuka, mendunia (global) dan modern tanpa melupakan jati diri masyarakat bangsa dan negaranya”.
Pendapat lain tentang Pedidikan Kewarganegaraan dijelaskan Sanusi (1999) dengan menawarkan model pendidikan yang didasarkan pada sepuluh pilar demokrasi meliput: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Hak Asasi Manusia, (3) Kedaulatan rakyat, (4) Kerakyatan yang cerdas, (5) Pembagian kekuasaan negara, (6) Otonomi Daerah, (7) Rule of law, (8) Pengadilan yang merdeka, (9) Kemakmuran umum, dan (10) Keadilan sosial.
Sedang menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 39 ditegaskan bahwa : Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara.
Sementara dalam Kurikulum 2004 disebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (citizenship), adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa yang menjadi warganegara Indonesia yang
cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Depniknas, 2003:7).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah merupakan bagian dari ilmu pendidikan sosial (IPS) yang dipersiapkan untuk membekali peserta didiknya dengan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara yang dilaksanakan dengan proses pembinaan dan pembelajaran agar menjadi warganegara yang baik, iman, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki nasionalisme (rasa kebangsaan) yang kuat/mantap, sadar serta mampu melaksanakan hak dan kewajiban dirinya sebagai manusia, warga masyarakat dan bangsa negaranya, taat asas/ketentuan (rule of law), demokratis dan partisipatif, aktif serta kreatif dalam kebhinekaan kehidupan masyarakat-bangsa-negara madani (civil sociaty) yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta kehidupan yang terbuka, mendunia (global) dan modern tanpa melupakan jati diri masyarakat bangsa dan negaranya.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Dilihat dari segi materi dan tujuan pembelajarannya, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan bagian atau salah satu tujuan Pendidikan IPS,
yaitu bahan pendidikan yang diorganisasikan secara terpadu (integrated) dari
berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen negara, pancasila, UUD 1945, dan perundang-undangan negara, dengan tekanan, bahan pendidikan pada hubungan warga negara dengan negara dan bahan pendidikan yang berkenan dengan bela negara (Soemantri,2001: 161).
Lebih lanjut Nu’man Somantri (2001:166) menjelaskan tentang fungsi Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai: “Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan prilaku sehari-hari”.
Sematara itu secara teoretik keilmuan, Djahiri (1994:1) menyatakan bahwa: Target harapan dan isi utama PKn adalah memanusiakan dan mendewasakan serta membudayakan anak manusia (siswa) secara paripurna berdasarkan nilai, moral Pancasila, agama dan budaya luhur bangsa Indonesia sehingga kelak di kemudian hari akam hidup suatu generasi “Manusia Indonesia Pancasila Sejati” dalam tatanan kehidupan budaya pancasila”
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah adalah sebagai berikut bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegraan adalah:
1) Berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi dan komunikasi.
Sejalan dengan isi dari petikan peraturan Permendiknas di atas Bunyamin Maftuh (2008:96) menjelaskan tentang tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan, “adalah untuk mendidik siswa yang baik dan bertanggung jawab, mampu memecahkan masalah mereka sendiri dan masalah masyarakatnya, termasuk memecahkan konflik antar pribadi dan antar kelompok, dalam cara-cara yang damai dan demokratis”.
Berdasarkan dari uraian diatas maka dapat kita simpulkan mengenai tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan dapat di bagi pada sekala umum, adalah merupakan bagian dari tujuan Ilmu Pendidikan Sosial yaitu bahan pendidikan yang diorganisasikan secara terpadu (integrated) dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen negara, pancasila, UUD 1945, dan perundang-undangan negara, dengan tekanan, bahan pendidikan pada hubungan warga negara dengan negara dan bahan pendidikan yang berkenan dengan bela negara.
Sedangkan dalam sekala khusus adalah tujuan yang bangun dalam bingkai pembinaan, pengajaran dan pembelajaran terhadap anak didik (di tingkat pendidikan dasar dan menengah) yaitu bertujuan untuk mendidik siswa yang baik dan bertanggung jawab, mampu memecahkan masalah mereka sendiri dan masalah masyarakatnya, termasuk memecahkan konflik antar pribadi dan antar kelompok, dalam cara-cara yang damai dan demokratis.
Adapun karakter peserta didik setelah mengikuti pendidikan kewarganegaraan tersebut adalah, diharapkan mampu mengembangkan peserta didik yang berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi, berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain, serta mampu berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi dan komunikasi.
Tingkatan Pemahaman Siswa Terhadap Materi Ajar
Tingkatan pemahaman (the levels of understanding) pada pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua. Menurut Skemp (1976) dalam Wahyudi (2001). Tingkatan pemahaman yang pertama disebut pemahaman instruksional (instructional understanding). Pada tingkatan ini dapat dikatakan bahwa siswa baru berada di tahap tahu atau hafal tetapi dia belum atau tidak tahu mengapa hal itu bisa dan dapat terjadi. Lebih lanjut, siswa pada tahapan ini juga belum atau tidak bisa menerapkan hal tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. Selanjutnya, tingkatan pemahaman yang kedua disebut pemahaman relasional (relational understanding). Pada tahapan tingkatan ini, menurut Skemp, siswa tidak hanya sekedar tahu dan hafal tentang suatu hal, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa hal itu dapat terjadi. Lebih lanjut, dia dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terkait pada situasi lain.
Menurut Byers dan Herscovics (1977) dalam Wahyudi (2001) menganalisis ide Skemp itu dan mengembangkannya lebih jauh. yaitu, siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman antara, yaitu tingkatan pemahaman intuitif (intuitive understanding) dan tingkatan pemahaman formal (formal understanding). Pertama, sebelum sampai pada tingkatan pemahaman instruksional, siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman intuitif. Mereka mendefinisikannya sebagai berikut. "Intuitive understanding is the ability to solve a problem without prior analysis of the problem." Pada tahap tingkatan ini siswa sering menebak jawaban berdasarkan pengalaman-pengalaman keseharian dan tanpa melakukan analisis terlebih dahulu. Akibatnya, meskipun siswa dapat menjawab suatu pertanyaan dengan benar, tetapi dia tidak dapat menjelaskan kenapa (why). Kedua, sebelum siswa sampai pada tingkatan pemahaman relasional, biasanya mereka akan melewati tingkatan pemahaman antara yang disebut dengan pemahaman formal.
Hasil belajar
Pengertian Hasil Belajar
Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar. Menurut pendapat Winata Putra dan Rosita (1997; 191 ) tes hasil belajar adalah salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan keberhasilan suatu program pendidikan. Adapun dasar-dasar penyususan tes hasil belajar adalah sebagai berikut:
a) Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku.
b) Tes hasil belajar disusun sedemikian sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari.
c) Bentuk pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan.
d) Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
A. Tabrani (1992;3) mengatakan bahwa belajar mengajar adalah suatu proses yang rumit karena tidak sekedar menyerap informasi dari guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil yang lebih baik.
Tipe Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana (1988; 49), tujuan pendidikan yang ingin dicapai dalam suatu pengajaran terdiri dari 3 macam yaitu: bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan yang harus nampak sebagai hasil belajar. Nana Sudjana (1988;50-54) juga mengemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek pengajaran adalah sebagai berikut :
Tipe hasil belajar bidang kognitif
Tipe ini terbagi menjadi 6 poin, yaitu tipe hasil belajar :
a. Pengetahuan hafalan (Knowledge), yaitu pengetahuan yang sifatnya faktual. Merupakan jembatan untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya.
b. Pemahaman (konprehention), kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep
c. Penerapan (aplikasi), yaitu kesanggupan menerapkan dan mengabtraksikan suatu konsep. Ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru, misalnya memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus tertentu.
d. Analisis, yaitu kesanggupan memecahkan, menguasai suatu intergritas (kesatuan ynag utuh) menjadi unsur atau bagian yang mempunyai arti .
e. Sintesis, yaitu kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas.
f. Evaluasi, yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan pendapat yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya.
Tipe hasil belajar afektif
Bidang afektif disini berkenaan dengan sikap. Bidang ini kurang diperhatikanoleh guru, tetapi lebih menekankan bidang kognitif. Hal ini didasarkan pada pendapat beberapa ahli yang mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi.
Beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar dari yang sederhana ke yang lebih komplek yaitu :
a. Receiving atau attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi dan gejala.
b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus dari luar .
c. Valuing atau penilaian, yakni berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap stimulus.
d. Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam system organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lainnya dan kemantapan prioritas yang dimilikinya .
e. Karakteristik nilai atau internalisasi, yakni keterpaduan dari semua nilai yang dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Tipe hasil belajar bidang psikomotor
Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk ketrampilan, kemampuan bertindak individu. Ada 6 tingkatan ketrampilan yaitu :
a. Gerakan refleks yaitu ketrampilan pada gerakan tidak sadar.
b. Ketrampilan pada gerakan-gerakan dasar.
c. Kemampuan pesreptual termasuk di dalamnya membedakan visual , adaptif, motorik, dan lain-lain.
d. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan keharmonisan dan ketetapan.
e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari dari ketrampilan sederhana sampai pada ketrampilan yang kompleks .
f. Kemampuan yang berkenaan dan komunikasi non decorsive seperti gerakan ekspresif, interpretative.
Metode
Banyak metode mengajar digunakan oleh para guru dalam proses belajar mengajar. Semua metode mengajar itu dapat diterapkan. “Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud tertentu, cara menyelidiki (mengajar dan sebagainya)”. (W.J.S Poerwadarminta, 1986 : 646). Yang dimaksud dengan metode mengajar menurut T. Raka Joni dalam bukunya “Strategi Belajar Belajar” adalah sebagai berikut : Metode mengajar adalah cara, yang fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan cara-cara yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pengajaran. (T. Raka Joni, 1980 : 783).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah cara yang paling tepat, bagaimana guru mengajar suatu materi pelajaran secara terarah, efisien dan sistematis untuk mencapai tujuan belajar.
Metode Tutor Sebaya
Salah satu metode yang diduga mampu membuat suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan ketika siswa mempelajari materi pelajaran adalah metode diskusi kelompok model tutor sebaya. Melalui metode ini, siswa bisa berdialog dan berinteraksi dengan sesama siswa secara terbuka dan interaktif di bawah bimbingan guru sehingga siswa terpacu untuk menguasai bahan ajar yang disajikan sesuai Standar Kompetensi (SK) yang telah ditetapkan.
Diskusi kelompok terbimbing dengan model tutur sebaya merupakan kelompok diskusi yang beranggotakan 5-6 siswa pada setiap kelas di bawah bimbingan guru mata pelajaran dengan menggunakan tutor sebaya. Tutur sebaya adalah siswa di kelas tertentu yang memiliki kemampuan di atas rata-rata anggotanya yang memiliki tugas untuk membantu kesulitan anggota dalam memahami materi ajar. Dengan menggunakan model tutor sebaya diharapkan setiap anggota lebih mudah dan leluasa dalam menyampaikan masalah yang dihadapi sehingga siswa yang bersangkutan terpacu semangatnya untuk mempelajari materi ajar dengan baik.
Untuk menghidupkan suasana kompetitif, setiap kelompok harus terus dipacu untuk menjadi kelompok yang terbaik. Oleh karena itu, selain aktivitas anggota kelompok, peran ketua kelompok atau tutor sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kelompok dalam mempelajari materi ajar yang disajikan. Ketua kelompok dipilih secara demokratis oleh seluruh siswa. Misalnya, jika di suatu kelas terdapat 22 siswa, berarti ada 4 kelompok dengan catatan ada satu kelompok yang terdiri atas 6 siswa. Sebelum diskusi kelompok terbentuk, siswa perlu mengajukan calon tutor.
Seorang tutor hendaknya memiliki kriteria:
(1) memiliki kemampuan akademis di atas rata-rata siswa satu kelas;
(2) mampu menjalin kerja sama dengan sesama siswa;
(3) memiliki motivasi tinggi untuk meraih prestasi akademis yang baik;
(4) memiliki sikap toleransi dan tenggang rasa dengan sesama;
(5) memiliki motivasi tinggi untuk menjadikan kelompok diskusinya sebagai yang terbaik;
(6) bersikap rendah hati, pemberani, dan bertanggung jawab; dan
(7) suka membantu sesamanya yang mengalami kesulitan.
Tutor atau ketua kelompok memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
(1) memberikan tutorial kepada anggota terhadap materi ajar yang sedang dipelajari;
(2) mengkoordinir proses diskusi agar berlangsung kreatif dan dinamis;
(3) menyampaikan permasalahan kepada guru pembimbing apabila ada materi ajar yang belum dikuasai;
(4) menyusun jadwal diskusi bersama anggota kelompok, baik pada saat tatap muka di kelas maupun di luar kelas, secara rutin dan insidental untuk memecahkan masalah yang dihadapi;
(4) melaporkan perkembangan akademis kelompoknya kepada guru pembimbing pada setiap materi yang dipelajari.
Peran guru dalam metode diskusi kelompok terbimbing model tutor sebaya hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing terbatas. Artinya, guru hanya melakukan intervensi ketika betul-betul diperlukan oleh siswa.
BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN
Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian
Subjek
Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah kelas II SD Negeri 4 Bayung Lencir dengan jumlah siswa 22 orang, terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan.
Tempat Penelitian
Peneliti melaksanakan penelitian di SD Negeri 4 Bayung Lencir yang terletak pada Jalan Palembang – Jambi KM. 209 Keluarahan Bayung Lencir Indah Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin. Yang mana tempat dan kelas penelitian ini merupakan tempat peneliti mengajar, sehingga peneliti sudah mengetahui keadaan sekolah dan siswanya, serta bertujuan memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa tentang membiasakan hidup bergotong royong yang selama ini hasil belajar siswanya masih rendah atau kurang.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 semester ganjil tahun ajaran 2012/2013, waktu penelitian disesuai dengan jadwal pelajaran di kelas tersebut. Jadwal pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut :
No Hari/Tanggal Mata Pelajran Kegiatan
1. Selasa, 11 September 2012 PKn Prasiklus
2. Selasa, 18 September 2012 PKn Siklus I
3. Selasa, 25 September 2012 PKn Siklus II
Tabel 3.1 Jadwal pelaksanaan pembelajaran
Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran
Upaya perbaikan pembelajaran akan dilakukan melalui Penelitian Tindakan Kegiatan PTK dilakukan dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi (Igag Wardani, 2005:51) yang bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran dan pencapaian hasil yang diharapkan. Selama pembelajaran berlangsung jarang siswa mengajukan pertanyaan atau memberi tanggapan terhadap penjelasan guru. Kegiatan yang menjadi penelitian dalam Perbaikan Pembelajaran PKn adalah penggunaan metode tutor sebaya.
Selanjutnya Rencana Tindakan pada setiap siklus disusun dalam bentuk Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) I dan Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) II serperti tertera pada lampiran.
Masa Prasiklus (Orientasi)
Dari hasil diskusi dengan teman sejawat dan hasilnya dikonsultasikan dengan pembimbing dapat disimpulkan :
Tidak semua siswa memahami tentang materi membuat daftar kegiatan pembagian tugas di rumah.
Pada saat pembelajaran siswa kurang perhatian terhadap materi pelajaran.
Hasil belajar siswa sangat rendah.
Keterampilan penggunaan metode kurang sistematis.
Siklus I
Rencana
Rencana tindakan pembelajaran yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) I dengan materi “Membuat daftar kegiatan pembagian tugas di sekolah”.
Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS).
Menyiapkan alat evaluasi.
Menyiapkan lembar observasi.
Pelaksanaan
Pada pelaksanaan Siklus I dilaksanakan pada tanggal 18 September 2012 dengan materi membuat daftar kegiatan pembagian tugas di sekolah. Yang dilakukan pada tahap ini, antara lain :
Memberi petunjuk dan penjelasan tentang materi pelajaran dengan menggunakan metode tutor sebaya.
Memberikan motifasi agar siswa aktif belajar.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau menjawab pertanyaan guru, atau pertanyaan dari siswa lain.
Menanggapi atau menjawab pertanyaan yang diajukan siswa.
Melakukan observasi terhadap aktivitas belajar siswa.
Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan pengamatan atau observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Pengamatan dilakukan oleh dua orang pengamat (observer) yaitu supervisior II Ibu Siti Mar’ati, S.Pd.SD dan teman sejawat, yaitu Ibu Sutini, S.Pd.SD. yang merupakan guru di SD Negeri 4 Bayung Lencir. Hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran siklus I dapat dilihat pada lampiran.
Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan (observer) dan diskusi dengan supervisior dan teman sejawat terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus I diperoleh temuan bahwa metode pembelajaran yang digunakan / dibuat oleh guru masih belum begitu dipahami oleh siswa. Untuk itu siswa harus bisa berdiskusi bersama kelompoknya, dengan catatan harus ada salah satu siswa yang bisa menjadi contoh atau mengajari temanya dalam diskusi tersebut. Sehingga melalui diskusi tersebut, siswa akan mendapat gambaran yang jelas tentang materi pelajaran.
Siklus II
Rencana
Rencana tindakan pembelajaran yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) I dengan materi “Melaksanakan pemeliharaan lingkungan alam”.
Menyiapkan buku sumber.
Menyiapkan alat evaluasi.
Menyiapkan lembar observasi.
Pelaksanaan
Pada pelaksanaan Siklus II dilaksanakan pada tanggal 25 September 2012 dengan materi melaksanakan pemeliharaan lingkungan alam. Yang dilakukan pada tahap ini, antara lain :
Memberi petunjuk dan penjelasan tentang materi pelajaran dengan menggunakan metode tutor sebaya.
Memberikan motivasi agar siswa aktif belajar.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau menjawab pertanyaan guru, atau pertanyaan dari siswa lain.
Menanggapi atau menjawab pertanyaan yang diajukan siswa.
Melakukan observasi terhadap aktivitas belajar siswa.
Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan pengamatan atau observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Pengamatan dilakukan oleh dua orang pengamat (observer) yakni supervisior II Ibu Siti Mar’ati, S.Pd.SD dan teman sejawat, yaitu Ibu Sutini, S.Pd.SD. yang merupakan guru di SD Negeri 4 Bayung Lencir. Hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran siklus I dapat dilihat pada lampiran.
Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan (observer) dan diskusi dengan teman sejawat terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus II diperoleh temuan bahwa melalui metode tutor sebaya siswa merasakan hal yang baru dalam pembelajaran.
Pembelajaran dengan menggunakan metode tutor sebaya membawa dampak yang positif terhadap pembelajaran. Melalui tutor sebaya, siswa mendapatkan gambaran yang jelas tentang materi pembelajaran.
Teknik Analisis Data
Setelah dianalisis diketahui bahwa hasil belajar siswa semakin meningkat. Ini terbukti pada siklus I mencapai daya serap 63,6%, siklus II 86,4%. Jika pelaksanaan perbaikan pertama belum sesuai dengan harapan guru maka perlu diadakan refleksi untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dari tindakan yang dilakukan. Hasil analisis dan refleksi digunakan sebagai acuan untuk merencanakan perbaikan pembelajaran pada siklus berikutnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Hasil Pengolahan Data
Bagian ini memuat data dan pengolahan data yang diperoleh berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa dan hasil evaluasi yang dilakukan dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarnganegaraan (PKn) di kelas II SD Negeri 4 Bayung Lencir.
Hasil observasi yang dilakukan guru terhadap aktivitas siswa sebelum perbaikan pembelajaran dan setelah pembelajaran tersaji pada tabel 4.1 berikut.
Aktivitas Belajar Siswa Kelas IIa
SD Negeri 4 Bayung Lecnir
Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
No Keterlibatan Peserta Didik dalam Pembelajaran Prasiklus Siklus I Siklus II
Jumlah
Siswa % Jumlah
Siswa % Jumlah
Siswa %
1. Terlibat aktif 9 40,9% 14 63,6% 18 81,8%
2. Terlibat pasif 6 27,3% 5 22,7% 4 18,2%
3. Tidak terlibat 7 31,8% 3 13,6% 0 0,0%
Jumlah 22 100 % 22 100 % 22 100 %
Tabel 4.1 Aktivitas belajar siswa
Keterangan :
Terlibat aktif, artinya siswa menyimak dengan sungguh-sungguh, aktif bertanya, dan menjawab pertanyaan dengan benar tentang materi pelajaran.
Terlibat pasif, artinya siswa menyimak dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak aktif bertanya dan menjawab pertanyaan seadanya.
Tidak terlibat, artinya siswa duduk dan diam saja, tidak mau bertanya maupun menjawab pertanyaan.
Berdasarkan tabel 4.1 di atas terlihat bahwa jumlah siswa dan prosentase siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran sebelum perbaikan pembelajaran dan setelah perbaikan pembelajaran menunjukkan adanya kenaikan. Sebelum perbaikan pembelajaran siswa yang terbilang aktif hanya 9 orang (40,9 %) kemudian naik menjadi 14 orang (63,6 %) pada siklus I, dan 18 orang (81,8 %) pada siklus II. Hal ini berarti pula bahwa aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran PKn mengalami peningkatan.
Peningkatan aktivitas siklus pembelajaran lebih jelas tersaji pada diagram 4.1 berikut.
Aktivitas Belajar Siswa Kelas II
Sekolah Dasar Negeri 4 Bayung Lencir
Dalam Pembelajaran PKn
Diagram 4.1 Aktivitas belajar siswa
Observasi
Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn menunjukkan adanya peningkatan dari satu siklus kesiklus pembelajaran ke berikutnya. Keadaan sebelum perbaikan pembelajaran, jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar atau memperoleh nilai Standar Kentutasan Belajar Minimum (SKBM) ≥ 70 baru mencapai 7 orang (31,8 %) kemudian meningkat menjadi 14 orang (63,6 %) pada siklus I, 19 orang (86,4 %) pada siklus II. Dari data di atas maka pelaksanaan pembelajaran PKn bisa dikatakan berhasil dan cukup memuaskan dikarenakan telah memenuhi ketuntasan belajar secara klasical, yaitu 86,4 % dari standar ketuntasan belajar klasikal ≥ 85 % siswa mencapai nilai ≥ 70.
Peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dari keadaan sebelum perbaikan pembelajaran ke setiap siklus pembelajaran secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.3 dan diagram 4.2 berikut.
Tabel 4.3 Ketuntasan hasil belajar siswa
Ketuntasan hasil belajar siswa
Ketuntasan Prasiklus Siklus I Siklus II
Anka (%) Anka (%) Anka (%)
Tuntas 7 31,8 % 14 63,6 % 19 86,4 %
Tidak tuntas 15 68,2 % 8 36,4 % 3 13,6 %
Diagram 4.2 Ketuntasan hasil belajar siswa
Hasil Belajar Siswa Kelas II
Sekolah Dasar Negeri 4 Bayung Lencir
Dalam Pembelajaran PKn
Refleksi
Berdasarkan evaluasi hasil belajar PKn di kelas II sebelum perbaikan pembelajaran terlihat jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya 7 orang atau 31,8 % dan hanya 9 siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kurang memuaskan, belum memenuhi target yang diinginkan. Dari hasil observasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan kemudian dilakukan diskusi dengan supervisior dan teman sejawat diperoleh temuan sebagai berikut :
Guru kurang menguasai metode diskusi kelompok terbimbimbing tutor sebaya. Sehubungan dengan itu maka dilakukan upaya perbaikan pembelajaran dengan fokus pada penggunaan metode diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya. Proses pembelajaran berikut dilakukan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan dalam 2 siklus.
Pada pembelajaran siklus I dilakukan upaya perbaikan pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi kelompok termbimbing tutor sebaya. Hasil observasi dan hasil evaluasi pada siklus I menunjukkan adanya kenaikan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran sebanyak 14 orang (64 %) dan 14 orang memperoleh nilai ≥ 70. Walaupun telah menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar maupun hasil belajar siswa, namun pembelajaran belum dapat dikatakan berhasil dengan kata lain hasil pembelajaran masih kurang memuaskan. Hasil observasi dan refleksi terhadap pembelajaran siklus I diperoleh temuan bahwa metode pembelajaran yang digunakan kurang efektif sehingga siswa kurang efektif dalam pembelajaran. Sehubungan dengan itu maka dilakukan upaya perbaikan pembelajaran pada siklus II melalui metode diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya.
Dengan menggunakan tindakan ini terlihat bahwa sebagian besar siswa 18 orang (82 %) terlibat aktif dalam pembelajaran dan hanya 4 orang (18 %) terlihat secara pasif aktif dalam pembelajaran. Hasil belajarnya mencapai ketuntasan sebanyak 85 % atau 17 siswa memperoleh nilai ≥ 60. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar maupun hasil belajar siswa bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada siklus I maupun siklus II. Dari data tersebut maka pelaksanaan pembelajaran PKn bisa dikatakan berhasil dan cukup memuaskan dikarenakan telah memenuhi ketuntasan belajar secara klasical, yaitu 86,4 % dari standar ketuntasan belajar clasikal ≥ 85 % siswa mencapai nilai ≥ 70.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada siklus I dan II terlihat bahwa fokus perbaikan pembelajaran adalah meningkatkan hasil belajar siswa atau meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran PKn pada materi membiasakan hidup bergotong royong.
Pembahasan Dari Setiap Siklus
Rencana Pembelajaran (Orientasi)
Pada umumnya pembelajaran dapat belajar dengan baik karena didukung dengan lingkungan yang baik. Dalam pelaksanaan banyak siswa yang belum bisa memahami konsep tentang membiasakan hidup bergotong royong. Di akhir pembelajaran ternyata hasil belajar siswa sangat rendah. Kemudian bersama teman sejawat dan supervisior mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan pembelajaran sebagai acuan perbaikan pembelajaran pada siklus I.
Siklus I
Dengan mengingat kelemahan pada pembelajaran sebelumnya serta saran dari teman sejawat dan supervisior. Praktik menggunakan metode diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya secara teratur dan pengarahan bimbingan secara terus-menerus. Siswa dimotivasi untuk aktif dalam arti siswa mau dibimbing secara individu, dan secara berulang. Dengan penggunaan metode diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya diharapkan mampu meningkatkan prestasi siswa.
Siklus II
Setelah melalui siklus I maka peneliti sudah mempunyai pengalaman dari refleksi siklus I. Maka dengan perencanaan yang baik akan mempengaruhi jalanya proses pembelajaran yang baik. Pada siklus II ini pelaksanaan pembelajaran ditekankan pada pemantapan penggunaan metode diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya. Dari hasil evalusi siswa maka terlihat adanya peningkatan yang drastis dari prasiklus dengan siklus II ini. Hal ini terbukti bahwa hasil belajar siswa pada prasiklus yang mencapai KKM ≥70 hanya ada 7 orang atau 31,8%, dan pada siklus II ini hasil belajar siswa meningkat menjadi 19 orang atau 86,4% siswa mencapai ketuntasan klasikal. Hal ini terbukti bahwa metode diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya memang benar yang akhirnya mampu meningkatkan pemahaman.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Metode pembelajaran diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran PKn.
Metode pembelajaran diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya dapat merangsang siswa dalam terkondisinya aktivitas belajar baik secara individu atau kelompok.
Dengan metode pembelajaran diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya siswa yang memperoleh ≥ 70 sebelum tindakan dilakukan berjumlah 7 orang (31,8%), pada perbaikan pertama 8 orang (63,6%) dan sedangkan setelah dilakukan tindakan pada siklus II 19 orang (86,4%) tuntas.
Saran
Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya mata pelajaran PKn, hendaknya para pengajar perlu memperhatikan langkah-langkah dalam melaksanakan model pembelajaran yang baik. Hal ini merupakan salah satu cara merangsang agar siswa berusaha lebih baik memupuk inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri.
Daftar Pustaka
Depdiknas. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan, Kurikulum dan Silabus Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Depdiknas
Djahiri. 1994. Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prima
Drijen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Hakiim, Lukman. 2009. Perencanaan Pembelajaran.
Bandung : CV. Wacana Prima.
Karli Hilda, dkk. 2007. Panduan Belajar Tematik SD Untuk Kelas II Semester 1. Bandung : Penerbit Erlangga.
Maftuh Bunyamin. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Nana Sudjana. 1988. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sanusi. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Somantri Nu’man. 2001. Proses Belajar Mengajar, Jakarta. P.T. Bumi Aksara
Suryanto H, dkk. 2008. Indahnya Bahasa dan Sastra SD/MI Kelas II. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Tim Penulis. 2007. Model Silabus Tematis. Jakarta : Nadya Media.
Wahyudi. 2001. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Wardani, Igak. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka.
Widihastuti Setiati, dkk. 2008. Pendidikan Kerwarganegaraan SD/MI Kelas II. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Winataputra Udin S, Dkk. 2003. Setrategi Belajar Mengajar.
Jakarta : Universitas Terbuka.
Winataputra Udin S. 2010. Materi Dan Pembelajaran PKn SD. Jakarta :
Universitas Terbuka.
Dalam situasi seperti ini, peneliti mengasumsikan adanya tiga pertanyaan yang sangat penting dari hasil proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pertama, bagaimana cara mempertanggungjawabkan ketidakberhasilan proses pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dilaksanakan?, pertanyaan yang kedua, strategi apa yang harus diterapkan dalam memperbaiki ketidakberhasilan proses pencapaian tujuan pembelajaran agar tercapai hasil yang optimal? dan yang ke tiga bagaimana operasionalisasi dari konsep dan prinsip-prinsip belajar di dalam pengelolaan proses pembelajaran telah sesuai dengan kriteria untuk menilai kelayakan dan kecukupan yang dijadikan ukuran bagi semua faktor yang mendukung ketercapaian tujuan?.
Sebagai jawaban atas pertanyaan yang timbul dari adanya kesenjangan antara tujuan dan hasil pembelajaran yang dicapai, peneliti melakukan kerjasama dengan teman sejawat sekolah dan supervisor. Kegiatan ini dilakukan secara bebas dan demokratis yang diawali dengan proses observasi yang dilakukan supervisor dan teman sejawat terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh penulis dan peserta didik, curah pendapat dan memberikan motivasi pada peneliti untuk lebih meningkatkan mutu pembelajaran. Tujuan melakukan kerjasama dengan teman sejawat dan supervisor untuk :
1. Mengetahui segala aspek proses pembelajaran, keunggulan strategi yang diterapkan maupun masalah-masalah yang dihadapi akibat kelemahan yang dialami penulis.
2. Melakukan analisis terhadap perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan hasil proses pembelajaran, apabila kriteria yang ditentukan tidak tercapai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
3. Melakukan refleksi diri, untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya meningkatkan mutu proses pembelajaran yang diharapkan oleh pendidik, peserta didik dan komponen pendidikan lainnya.
4. merumuskan isu atas permasalahan yang timbul dan harus mencari alternatif pemecahan masalahnya serta menetapkan perencanaan tindakan perbaikan yang akan dilakukan.
Sebagai gambaran keterkaitan kegiatan yang dilakukan penulis dalam proses pembelajaran dan hasil observasi yang dilakukan supervisor dan teman sejawat, dapat ditemukan permasalahan yang dianggap sebagai faktor penyebab adanya kesenjangan antara tujuan dan hasil proses pembelajaran. Permasalahan yang teridentifikasi dijadikan bahan rujukan bagi penulis untuk melakukan refleksi diri, agar proses pencapaian tujuan pembelajaran selanjutnya, dapat dicapai sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan bahkan lebih. Pada akhirnya penulis menyimpulkan seluruh temuan permasalahan yang teridentifikasi menjadi bahan kajian yang perlu dianalisa.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil analisis dan refleksi proses pembelajaran pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) tentang membiasakan hidup bergotong royong yang telah didiskusikan dengan supervisor, terungkap beberapa permasalahan. Adapun permasalahan yang terungkap yaitu:
1. Peserta didik kurang aktif dalam proses pembelajaran.
2. Peserta didik kurang berani untuk menyampaikan pendapat dalam diskusi.
3. Peserta didik kurang termotivasi untuk belajar PKn.
4. Peserta didik menganggap mudah terhadap materi PKn.
5. Apabila diberikan pertanyaan yang menuntut untuk berpikir, pertanyaan sering tidak dijawab dengan baik.
6. Peserta didik kurang memberikan respon positif terhadap pendapat yang disampaikan orang lain.
7. Rendahnya pemahaman peserta didik terhadap nilai-norma dan sikap dalam bermusyawarah.
Analisis Masalah
Guru jarang memberikan motivasi terhadap peserta didik.
Guru tidak jelas dalam menyampaikan tugas dan informasi terhadap peserta didik.
Guru kurang memberikan respon dalam bentuk penghargaan terhadap pendapat yang disampaikan peserta didik.
Guru belum menerapkan strategi yang tepat untuk menumbuhkan motivasi belajar kepada peserta didik.
Guru terlalu cepat dan kurang sistematis dalam penyampaian tugas diskusi pada peserta didik.
Guru belum mampu menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan hakekat dan karakteristik materi pembelajaran yang diampunya.
Alternatif dan Prioritas Masalah
Dari hasil paparan identifikasi dan analisis masalah diatas penulis sangat paham apa yang menjadi masalah dalam proses belajar mengajar di kelas IIa SD Negeri 4 Bayung Lencir. Sehingga penulis memilih mengunakan metode tutor sebaya sebagai alternatif dalam meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
Rumusan Masalah
Hasil identifikasi permasalan yang telah didiskusikan bersama supervisor dan teman sejawat menjadi bahan kajian bagi penulis untuk melakukan refleksi diri, pada akhirnya dapat disimpulkan sebagai rumusan masalah yang harus dicari alternatif pemecahanya dan tindakan/rencana yang dapat dilakukan untuk melaksanakan perbaikan. Adapun rumusan masalahnya adalah:
“Bagaimana meningkatkan motivasi belajar peserta didik pada pembelajaran PKn tentang membiasakan hidup bergotong royong melalui penerapan metode tutor sebaya di kelas II SDN 4 Bayung Lencir?”
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik pada pembelajaran PKn tentang bentuk pengambilan keputusan dalam bermusyawarah. Mengkaji bagaimana cara membelajarkan peserta didik mengenai konsep dan nilai konsep PKn tersebut agar menjadi manusia yang cerdas, terampil, bertanggung jawab sebagai warga negara, serta berpartisipasi aktif dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Tujuan khusus
Melalui penerapan metode pembelajaran tutor sebaya dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tentang membiasakan hidup bergotong royong di kelas II SD Negeri 4 Bayung Lencir.
Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
1. Manfaat bagi peserta didik
a. Perbaikan akan membawa dampak positif bagi peserta didik, karena mereka akan mendapat kesempatan untuk lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran dan menumbuhkan rasa percaya dirinya.
b. Perbaikan dengan menerapkan metode tutor sebaya akan membawa peserta didik ke situasi belajar yang bervariatif sesuai karakteristik materi yang dikolaborasikan dengan metode-metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru.
c. Perbaikan akan meningkatkan motivasi belajar peserta didik terhadap konsep dan nilai konsep PKn dalam pembelajaran secara maksimal.
2. Manfaat Bagi Guru
a. Perbaikan dimanfaatkan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran yang dikelolanya sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran secara optimal.
b. Perbaikan yang dilakukan oleh guru akan mendapat kesempatan untuk mengembangakan ilmu pengetahuan dan keterampilan profesional yang dimlikinya.
c. Perbaikan akan memotivasi guru untuk mencoba mengembangkan inovasi yang positif dalam membelajarkan peserta didiknya.
d. Perbaikan akan membuat guru selalu melakukan analisis terhadap kinerjanya, sehingga menemukan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, kemudian berusaha untuk mengatasi dengan alternatif pemecahan masalah yang akan menjadikan kekuatan rasa percaya terhadap kemampuan pada diri sendiri.
Manfaat Bagi Sekolah
Pendidikan di sekolah akan meningkat secara kualitas maupun kuantitas seiring dengan kemampuan profesional para pendidiknya. Selain itu, penanggulangan berbagai masalah belajar, perbaikan terhadap konsep yang keliru, serta kesulitan mengajar yang dialami akan segera teratasi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) SD
Pengertian
Pendidikan Kewarganegaraan secara teori dapat dinyatakan sebagai; ”seleksi dan adaptasi dari lintas disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk mencapai salah satu tujuan IPS “ (Somantri, 2001:159).
Lebih lanjut Muhammad Nu’man Somantri (2001:154) mengemukakan bahwa: “ Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara’.
Sedangkan Djahiri (2002:91) menjelaskan secara lebih luas tentang makna PKn sebagai berikut:
”PPKN sebagai bagian pendidikan ilmu kewarganegaraan atau PKn di manapun dan kapanpun sama/mirip, yakni program dan rekayasa pendidikan untuk membina dan membelajarkan anak menjadi warganegara yang baik, iman, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki nasionalisme (rasa kebangsaan) yang kuat/mantap, sadar serta mampu membina serta melaksanakan hak dan kewajiban dirinya sebagai manusia, warga masyarakat dan bangsa negaranya, taat asas/ketentuan (rule of law) , demokratis dan partisipatif, aktif-kreatif-positif dalam kebhinnekaan kehidupan masyarakat bangsa-negara madani (civil sociaty) yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta kehidupan yang terbuka, mendunia (global) dan modern tanpa melupakan jati diri masyarakat bangsa dan negaranya”.
Pendapat lain tentang Pedidikan Kewarganegaraan dijelaskan Sanusi (1999) dengan menawarkan model pendidikan yang didasarkan pada sepuluh pilar demokrasi meliput: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Hak Asasi Manusia, (3) Kedaulatan rakyat, (4) Kerakyatan yang cerdas, (5) Pembagian kekuasaan negara, (6) Otonomi Daerah, (7) Rule of law, (8) Pengadilan yang merdeka, (9) Kemakmuran umum, dan (10) Keadilan sosial.
Sedang menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 39 ditegaskan bahwa : Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara.
Sementara dalam Kurikulum 2004 disebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (citizenship), adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa yang menjadi warganegara Indonesia yang
cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Depniknas, 2003:7).
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah merupakan bagian dari ilmu pendidikan sosial (IPS) yang dipersiapkan untuk membekali peserta didiknya dengan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara yang dilaksanakan dengan proses pembinaan dan pembelajaran agar menjadi warganegara yang baik, iman, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki nasionalisme (rasa kebangsaan) yang kuat/mantap, sadar serta mampu melaksanakan hak dan kewajiban dirinya sebagai manusia, warga masyarakat dan bangsa negaranya, taat asas/ketentuan (rule of law), demokratis dan partisipatif, aktif serta kreatif dalam kebhinekaan kehidupan masyarakat-bangsa-negara madani (civil sociaty) yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta kehidupan yang terbuka, mendunia (global) dan modern tanpa melupakan jati diri masyarakat bangsa dan negaranya.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Dilihat dari segi materi dan tujuan pembelajarannya, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan bagian atau salah satu tujuan Pendidikan IPS,
yaitu bahan pendidikan yang diorganisasikan secara terpadu (integrated) dari
berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen negara, pancasila, UUD 1945, dan perundang-undangan negara, dengan tekanan, bahan pendidikan pada hubungan warga negara dengan negara dan bahan pendidikan yang berkenan dengan bela negara (Soemantri,2001: 161).
Lebih lanjut Nu’man Somantri (2001:166) menjelaskan tentang fungsi Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai: “Usaha sadar yang dilakukan secara ilmiah dan psikologis untuk memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik agar terjadi internalisasi moral Pancasila dan pengetahuan kewarganegaraan untuk melandasi tujuan pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan prilaku sehari-hari”.
Sematara itu secara teoretik keilmuan, Djahiri (1994:1) menyatakan bahwa: Target harapan dan isi utama PKn adalah memanusiakan dan mendewasakan serta membudayakan anak manusia (siswa) secara paripurna berdasarkan nilai, moral Pancasila, agama dan budaya luhur bangsa Indonesia sehingga kelak di kemudian hari akam hidup suatu generasi “Manusia Indonesia Pancasila Sejati” dalam tatanan kehidupan budaya pancasila”
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah adalah sebagai berikut bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegraan adalah:
1) Berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi dan komunikasi.
Sejalan dengan isi dari petikan peraturan Permendiknas di atas Bunyamin Maftuh (2008:96) menjelaskan tentang tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan, “adalah untuk mendidik siswa yang baik dan bertanggung jawab, mampu memecahkan masalah mereka sendiri dan masalah masyarakatnya, termasuk memecahkan konflik antar pribadi dan antar kelompok, dalam cara-cara yang damai dan demokratis”.
Berdasarkan dari uraian diatas maka dapat kita simpulkan mengenai tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan dapat di bagi pada sekala umum, adalah merupakan bagian dari tujuan Ilmu Pendidikan Sosial yaitu bahan pendidikan yang diorganisasikan secara terpadu (integrated) dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen negara, pancasila, UUD 1945, dan perundang-undangan negara, dengan tekanan, bahan pendidikan pada hubungan warga negara dengan negara dan bahan pendidikan yang berkenan dengan bela negara.
Sedangkan dalam sekala khusus adalah tujuan yang bangun dalam bingkai pembinaan, pengajaran dan pembelajaran terhadap anak didik (di tingkat pendidikan dasar dan menengah) yaitu bertujuan untuk mendidik siswa yang baik dan bertanggung jawab, mampu memecahkan masalah mereka sendiri dan masalah masyarakatnya, termasuk memecahkan konflik antar pribadi dan antar kelompok, dalam cara-cara yang damai dan demokratis.
Adapun karakter peserta didik setelah mengikuti pendidikan kewarganegaraan tersebut adalah, diharapkan mampu mengembangkan peserta didik yang berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi, berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain, serta mampu berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi dan komunikasi.
Tingkatan Pemahaman Siswa Terhadap Materi Ajar
Tingkatan pemahaman (the levels of understanding) pada pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua. Menurut Skemp (1976) dalam Wahyudi (2001). Tingkatan pemahaman yang pertama disebut pemahaman instruksional (instructional understanding). Pada tingkatan ini dapat dikatakan bahwa siswa baru berada di tahap tahu atau hafal tetapi dia belum atau tidak tahu mengapa hal itu bisa dan dapat terjadi. Lebih lanjut, siswa pada tahapan ini juga belum atau tidak bisa menerapkan hal tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. Selanjutnya, tingkatan pemahaman yang kedua disebut pemahaman relasional (relational understanding). Pada tahapan tingkatan ini, menurut Skemp, siswa tidak hanya sekedar tahu dan hafal tentang suatu hal, tetapi dia juga tahu bagaimana dan mengapa hal itu dapat terjadi. Lebih lanjut, dia dapat menggunakannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terkait pada situasi lain.
Menurut Byers dan Herscovics (1977) dalam Wahyudi (2001) menganalisis ide Skemp itu dan mengembangkannya lebih jauh. yaitu, siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman antara, yaitu tingkatan pemahaman intuitif (intuitive understanding) dan tingkatan pemahaman formal (formal understanding). Pertama, sebelum sampai pada tingkatan pemahaman instruksional, siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman intuitif. Mereka mendefinisikannya sebagai berikut. "Intuitive understanding is the ability to solve a problem without prior analysis of the problem." Pada tahap tingkatan ini siswa sering menebak jawaban berdasarkan pengalaman-pengalaman keseharian dan tanpa melakukan analisis terlebih dahulu. Akibatnya, meskipun siswa dapat menjawab suatu pertanyaan dengan benar, tetapi dia tidak dapat menjelaskan kenapa (why). Kedua, sebelum siswa sampai pada tingkatan pemahaman relasional, biasanya mereka akan melewati tingkatan pemahaman antara yang disebut dengan pemahaman formal.
Hasil belajar
Pengertian Hasil Belajar
Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar. Menurut pendapat Winata Putra dan Rosita (1997; 191 ) tes hasil belajar adalah salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan keberhasilan suatu program pendidikan. Adapun dasar-dasar penyususan tes hasil belajar adalah sebagai berikut:
a) Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku.
b) Tes hasil belajar disusun sedemikian sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari.
c) Bentuk pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan.
d) Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
A. Tabrani (1992;3) mengatakan bahwa belajar mengajar adalah suatu proses yang rumit karena tidak sekedar menyerap informasi dari guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil yang lebih baik.
Tipe Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana (1988; 49), tujuan pendidikan yang ingin dicapai dalam suatu pengajaran terdiri dari 3 macam yaitu: bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan yang harus nampak sebagai hasil belajar. Nana Sudjana (1988;50-54) juga mengemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek pengajaran adalah sebagai berikut :
Tipe hasil belajar bidang kognitif
Tipe ini terbagi menjadi 6 poin, yaitu tipe hasil belajar :
a. Pengetahuan hafalan (Knowledge), yaitu pengetahuan yang sifatnya faktual. Merupakan jembatan untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya.
b. Pemahaman (konprehention), kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep
c. Penerapan (aplikasi), yaitu kesanggupan menerapkan dan mengabtraksikan suatu konsep. Ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru, misalnya memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus tertentu.
d. Analisis, yaitu kesanggupan memecahkan, menguasai suatu intergritas (kesatuan ynag utuh) menjadi unsur atau bagian yang mempunyai arti .
e. Sintesis, yaitu kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas.
f. Evaluasi, yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan pendapat yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya.
Tipe hasil belajar afektif
Bidang afektif disini berkenaan dengan sikap. Bidang ini kurang diperhatikanoleh guru, tetapi lebih menekankan bidang kognitif. Hal ini didasarkan pada pendapat beberapa ahli yang mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi.
Beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar dari yang sederhana ke yang lebih komplek yaitu :
a. Receiving atau attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi dan gejala.
b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus dari luar .
c. Valuing atau penilaian, yakni berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap stimulus.
d. Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam system organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lainnya dan kemantapan prioritas yang dimilikinya .
e. Karakteristik nilai atau internalisasi, yakni keterpaduan dari semua nilai yang dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
Tipe hasil belajar bidang psikomotor
Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk ketrampilan, kemampuan bertindak individu. Ada 6 tingkatan ketrampilan yaitu :
a. Gerakan refleks yaitu ketrampilan pada gerakan tidak sadar.
b. Ketrampilan pada gerakan-gerakan dasar.
c. Kemampuan pesreptual termasuk di dalamnya membedakan visual , adaptif, motorik, dan lain-lain.
d. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan keharmonisan dan ketetapan.
e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari dari ketrampilan sederhana sampai pada ketrampilan yang kompleks .
f. Kemampuan yang berkenaan dan komunikasi non decorsive seperti gerakan ekspresif, interpretative.
Metode
Banyak metode mengajar digunakan oleh para guru dalam proses belajar mengajar. Semua metode mengajar itu dapat diterapkan. “Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud tertentu, cara menyelidiki (mengajar dan sebagainya)”. (W.J.S Poerwadarminta, 1986 : 646). Yang dimaksud dengan metode mengajar menurut T. Raka Joni dalam bukunya “Strategi Belajar Belajar” adalah sebagai berikut : Metode mengajar adalah cara, yang fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan cara-cara yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pengajaran. (T. Raka Joni, 1980 : 783).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah cara yang paling tepat, bagaimana guru mengajar suatu materi pelajaran secara terarah, efisien dan sistematis untuk mencapai tujuan belajar.
Metode Tutor Sebaya
Salah satu metode yang diduga mampu membuat suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan ketika siswa mempelajari materi pelajaran adalah metode diskusi kelompok model tutor sebaya. Melalui metode ini, siswa bisa berdialog dan berinteraksi dengan sesama siswa secara terbuka dan interaktif di bawah bimbingan guru sehingga siswa terpacu untuk menguasai bahan ajar yang disajikan sesuai Standar Kompetensi (SK) yang telah ditetapkan.
Diskusi kelompok terbimbing dengan model tutur sebaya merupakan kelompok diskusi yang beranggotakan 5-6 siswa pada setiap kelas di bawah bimbingan guru mata pelajaran dengan menggunakan tutor sebaya. Tutur sebaya adalah siswa di kelas tertentu yang memiliki kemampuan di atas rata-rata anggotanya yang memiliki tugas untuk membantu kesulitan anggota dalam memahami materi ajar. Dengan menggunakan model tutor sebaya diharapkan setiap anggota lebih mudah dan leluasa dalam menyampaikan masalah yang dihadapi sehingga siswa yang bersangkutan terpacu semangatnya untuk mempelajari materi ajar dengan baik.
Untuk menghidupkan suasana kompetitif, setiap kelompok harus terus dipacu untuk menjadi kelompok yang terbaik. Oleh karena itu, selain aktivitas anggota kelompok, peran ketua kelompok atau tutor sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kelompok dalam mempelajari materi ajar yang disajikan. Ketua kelompok dipilih secara demokratis oleh seluruh siswa. Misalnya, jika di suatu kelas terdapat 22 siswa, berarti ada 4 kelompok dengan catatan ada satu kelompok yang terdiri atas 6 siswa. Sebelum diskusi kelompok terbentuk, siswa perlu mengajukan calon tutor.
Seorang tutor hendaknya memiliki kriteria:
(1) memiliki kemampuan akademis di atas rata-rata siswa satu kelas;
(2) mampu menjalin kerja sama dengan sesama siswa;
(3) memiliki motivasi tinggi untuk meraih prestasi akademis yang baik;
(4) memiliki sikap toleransi dan tenggang rasa dengan sesama;
(5) memiliki motivasi tinggi untuk menjadikan kelompok diskusinya sebagai yang terbaik;
(6) bersikap rendah hati, pemberani, dan bertanggung jawab; dan
(7) suka membantu sesamanya yang mengalami kesulitan.
Tutor atau ketua kelompok memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
(1) memberikan tutorial kepada anggota terhadap materi ajar yang sedang dipelajari;
(2) mengkoordinir proses diskusi agar berlangsung kreatif dan dinamis;
(3) menyampaikan permasalahan kepada guru pembimbing apabila ada materi ajar yang belum dikuasai;
(4) menyusun jadwal diskusi bersama anggota kelompok, baik pada saat tatap muka di kelas maupun di luar kelas, secara rutin dan insidental untuk memecahkan masalah yang dihadapi;
(4) melaporkan perkembangan akademis kelompoknya kepada guru pembimbing pada setiap materi yang dipelajari.
Peran guru dalam metode diskusi kelompok terbimbing model tutor sebaya hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing terbatas. Artinya, guru hanya melakukan intervensi ketika betul-betul diperlukan oleh siswa.
BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN
Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian
Subjek
Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah kelas II SD Negeri 4 Bayung Lencir dengan jumlah siswa 22 orang, terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan.
Tempat Penelitian
Peneliti melaksanakan penelitian di SD Negeri 4 Bayung Lencir yang terletak pada Jalan Palembang – Jambi KM. 209 Keluarahan Bayung Lencir Indah Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin. Yang mana tempat dan kelas penelitian ini merupakan tempat peneliti mengajar, sehingga peneliti sudah mengetahui keadaan sekolah dan siswanya, serta bertujuan memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa tentang membiasakan hidup bergotong royong yang selama ini hasil belajar siswanya masih rendah atau kurang.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 semester ganjil tahun ajaran 2012/2013, waktu penelitian disesuai dengan jadwal pelajaran di kelas tersebut. Jadwal pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut :
No Hari/Tanggal Mata Pelajran Kegiatan
1. Selasa, 11 September 2012 PKn Prasiklus
2. Selasa, 18 September 2012 PKn Siklus I
3. Selasa, 25 September 2012 PKn Siklus II
Tabel 3.1 Jadwal pelaksanaan pembelajaran
Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran
Upaya perbaikan pembelajaran akan dilakukan melalui Penelitian Tindakan Kegiatan PTK dilakukan dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi (Igag Wardani, 2005:51) yang bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran dan pencapaian hasil yang diharapkan. Selama pembelajaran berlangsung jarang siswa mengajukan pertanyaan atau memberi tanggapan terhadap penjelasan guru. Kegiatan yang menjadi penelitian dalam Perbaikan Pembelajaran PKn adalah penggunaan metode tutor sebaya.
Selanjutnya Rencana Tindakan pada setiap siklus disusun dalam bentuk Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) I dan Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) II serperti tertera pada lampiran.
Masa Prasiklus (Orientasi)
Dari hasil diskusi dengan teman sejawat dan hasilnya dikonsultasikan dengan pembimbing dapat disimpulkan :
Tidak semua siswa memahami tentang materi membuat daftar kegiatan pembagian tugas di rumah.
Pada saat pembelajaran siswa kurang perhatian terhadap materi pelajaran.
Hasil belajar siswa sangat rendah.
Keterampilan penggunaan metode kurang sistematis.
Siklus I
Rencana
Rencana tindakan pembelajaran yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) I dengan materi “Membuat daftar kegiatan pembagian tugas di sekolah”.
Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS).
Menyiapkan alat evaluasi.
Menyiapkan lembar observasi.
Pelaksanaan
Pada pelaksanaan Siklus I dilaksanakan pada tanggal 18 September 2012 dengan materi membuat daftar kegiatan pembagian tugas di sekolah. Yang dilakukan pada tahap ini, antara lain :
Memberi petunjuk dan penjelasan tentang materi pelajaran dengan menggunakan metode tutor sebaya.
Memberikan motifasi agar siswa aktif belajar.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau menjawab pertanyaan guru, atau pertanyaan dari siswa lain.
Menanggapi atau menjawab pertanyaan yang diajukan siswa.
Melakukan observasi terhadap aktivitas belajar siswa.
Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan pengamatan atau observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Pengamatan dilakukan oleh dua orang pengamat (observer) yaitu supervisior II Ibu Siti Mar’ati, S.Pd.SD dan teman sejawat, yaitu Ibu Sutini, S.Pd.SD. yang merupakan guru di SD Negeri 4 Bayung Lencir. Hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran siklus I dapat dilihat pada lampiran.
Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan (observer) dan diskusi dengan supervisior dan teman sejawat terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus I diperoleh temuan bahwa metode pembelajaran yang digunakan / dibuat oleh guru masih belum begitu dipahami oleh siswa. Untuk itu siswa harus bisa berdiskusi bersama kelompoknya, dengan catatan harus ada salah satu siswa yang bisa menjadi contoh atau mengajari temanya dalam diskusi tersebut. Sehingga melalui diskusi tersebut, siswa akan mendapat gambaran yang jelas tentang materi pelajaran.
Siklus II
Rencana
Rencana tindakan pembelajaran yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) I dengan materi “Melaksanakan pemeliharaan lingkungan alam”.
Menyiapkan buku sumber.
Menyiapkan alat evaluasi.
Menyiapkan lembar observasi.
Pelaksanaan
Pada pelaksanaan Siklus II dilaksanakan pada tanggal 25 September 2012 dengan materi melaksanakan pemeliharaan lingkungan alam. Yang dilakukan pada tahap ini, antara lain :
Memberi petunjuk dan penjelasan tentang materi pelajaran dengan menggunakan metode tutor sebaya.
Memberikan motivasi agar siswa aktif belajar.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau menjawab pertanyaan guru, atau pertanyaan dari siswa lain.
Menanggapi atau menjawab pertanyaan yang diajukan siswa.
Melakukan observasi terhadap aktivitas belajar siswa.
Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan pengamatan atau observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Pengamatan dilakukan oleh dua orang pengamat (observer) yakni supervisior II Ibu Siti Mar’ati, S.Pd.SD dan teman sejawat, yaitu Ibu Sutini, S.Pd.SD. yang merupakan guru di SD Negeri 4 Bayung Lencir. Hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran siklus I dapat dilihat pada lampiran.
Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan (observer) dan diskusi dengan teman sejawat terhadap pelaksanaan pembelajaran pada siklus II diperoleh temuan bahwa melalui metode tutor sebaya siswa merasakan hal yang baru dalam pembelajaran.
Pembelajaran dengan menggunakan metode tutor sebaya membawa dampak yang positif terhadap pembelajaran. Melalui tutor sebaya, siswa mendapatkan gambaran yang jelas tentang materi pembelajaran.
Teknik Analisis Data
Setelah dianalisis diketahui bahwa hasil belajar siswa semakin meningkat. Ini terbukti pada siklus I mencapai daya serap 63,6%, siklus II 86,4%. Jika pelaksanaan perbaikan pertama belum sesuai dengan harapan guru maka perlu diadakan refleksi untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dari tindakan yang dilakukan. Hasil analisis dan refleksi digunakan sebagai acuan untuk merencanakan perbaikan pembelajaran pada siklus berikutnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Hasil Pengolahan Data
Bagian ini memuat data dan pengolahan data yang diperoleh berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas belajar siswa dan hasil evaluasi yang dilakukan dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarnganegaraan (PKn) di kelas II SD Negeri 4 Bayung Lencir.
Hasil observasi yang dilakukan guru terhadap aktivitas siswa sebelum perbaikan pembelajaran dan setelah pembelajaran tersaji pada tabel 4.1 berikut.
Aktivitas Belajar Siswa Kelas IIa
SD Negeri 4 Bayung Lecnir
Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
No Keterlibatan Peserta Didik dalam Pembelajaran Prasiklus Siklus I Siklus II
Jumlah
Siswa % Jumlah
Siswa % Jumlah
Siswa %
1. Terlibat aktif 9 40,9% 14 63,6% 18 81,8%
2. Terlibat pasif 6 27,3% 5 22,7% 4 18,2%
3. Tidak terlibat 7 31,8% 3 13,6% 0 0,0%
Jumlah 22 100 % 22 100 % 22 100 %
Tabel 4.1 Aktivitas belajar siswa
Keterangan :
Terlibat aktif, artinya siswa menyimak dengan sungguh-sungguh, aktif bertanya, dan menjawab pertanyaan dengan benar tentang materi pelajaran.
Terlibat pasif, artinya siswa menyimak dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak aktif bertanya dan menjawab pertanyaan seadanya.
Tidak terlibat, artinya siswa duduk dan diam saja, tidak mau bertanya maupun menjawab pertanyaan.
Berdasarkan tabel 4.1 di atas terlihat bahwa jumlah siswa dan prosentase siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran sebelum perbaikan pembelajaran dan setelah perbaikan pembelajaran menunjukkan adanya kenaikan. Sebelum perbaikan pembelajaran siswa yang terbilang aktif hanya 9 orang (40,9 %) kemudian naik menjadi 14 orang (63,6 %) pada siklus I, dan 18 orang (81,8 %) pada siklus II. Hal ini berarti pula bahwa aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran PKn mengalami peningkatan.
Peningkatan aktivitas siklus pembelajaran lebih jelas tersaji pada diagram 4.1 berikut.
Aktivitas Belajar Siswa Kelas II
Sekolah Dasar Negeri 4 Bayung Lencir
Dalam Pembelajaran PKn
Diagram 4.1 Aktivitas belajar siswa
Observasi
Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn menunjukkan adanya peningkatan dari satu siklus kesiklus pembelajaran ke berikutnya. Keadaan sebelum perbaikan pembelajaran, jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar atau memperoleh nilai Standar Kentutasan Belajar Minimum (SKBM) ≥ 70 baru mencapai 7 orang (31,8 %) kemudian meningkat menjadi 14 orang (63,6 %) pada siklus I, 19 orang (86,4 %) pada siklus II. Dari data di atas maka pelaksanaan pembelajaran PKn bisa dikatakan berhasil dan cukup memuaskan dikarenakan telah memenuhi ketuntasan belajar secara klasical, yaitu 86,4 % dari standar ketuntasan belajar klasikal ≥ 85 % siswa mencapai nilai ≥ 70.
Peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dari keadaan sebelum perbaikan pembelajaran ke setiap siklus pembelajaran secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.3 dan diagram 4.2 berikut.
Tabel 4.3 Ketuntasan hasil belajar siswa
Ketuntasan hasil belajar siswa
Ketuntasan Prasiklus Siklus I Siklus II
Anka (%) Anka (%) Anka (%)
Tuntas 7 31,8 % 14 63,6 % 19 86,4 %
Tidak tuntas 15 68,2 % 8 36,4 % 3 13,6 %
Diagram 4.2 Ketuntasan hasil belajar siswa
Hasil Belajar Siswa Kelas II
Sekolah Dasar Negeri 4 Bayung Lencir
Dalam Pembelajaran PKn
Refleksi
Berdasarkan evaluasi hasil belajar PKn di kelas II sebelum perbaikan pembelajaran terlihat jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya 7 orang atau 31,8 % dan hanya 9 siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kurang memuaskan, belum memenuhi target yang diinginkan. Dari hasil observasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan kemudian dilakukan diskusi dengan supervisior dan teman sejawat diperoleh temuan sebagai berikut :
Guru kurang menguasai metode diskusi kelompok terbimbimbing tutor sebaya. Sehubungan dengan itu maka dilakukan upaya perbaikan pembelajaran dengan fokus pada penggunaan metode diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya. Proses pembelajaran berikut dilakukan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan dalam 2 siklus.
Pada pembelajaran siklus I dilakukan upaya perbaikan pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi kelompok termbimbing tutor sebaya. Hasil observasi dan hasil evaluasi pada siklus I menunjukkan adanya kenaikan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran sebanyak 14 orang (64 %) dan 14 orang memperoleh nilai ≥ 70. Walaupun telah menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar maupun hasil belajar siswa, namun pembelajaran belum dapat dikatakan berhasil dengan kata lain hasil pembelajaran masih kurang memuaskan. Hasil observasi dan refleksi terhadap pembelajaran siklus I diperoleh temuan bahwa metode pembelajaran yang digunakan kurang efektif sehingga siswa kurang efektif dalam pembelajaran. Sehubungan dengan itu maka dilakukan upaya perbaikan pembelajaran pada siklus II melalui metode diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya.
Dengan menggunakan tindakan ini terlihat bahwa sebagian besar siswa 18 orang (82 %) terlibat aktif dalam pembelajaran dan hanya 4 orang (18 %) terlihat secara pasif aktif dalam pembelajaran. Hasil belajarnya mencapai ketuntasan sebanyak 85 % atau 17 siswa memperoleh nilai ≥ 60. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar maupun hasil belajar siswa bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada siklus I maupun siklus II. Dari data tersebut maka pelaksanaan pembelajaran PKn bisa dikatakan berhasil dan cukup memuaskan dikarenakan telah memenuhi ketuntasan belajar secara klasical, yaitu 86,4 % dari standar ketuntasan belajar clasikal ≥ 85 % siswa mencapai nilai ≥ 70.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada siklus I dan II terlihat bahwa fokus perbaikan pembelajaran adalah meningkatkan hasil belajar siswa atau meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran PKn pada materi membiasakan hidup bergotong royong.
Pembahasan Dari Setiap Siklus
Rencana Pembelajaran (Orientasi)
Pada umumnya pembelajaran dapat belajar dengan baik karena didukung dengan lingkungan yang baik. Dalam pelaksanaan banyak siswa yang belum bisa memahami konsep tentang membiasakan hidup bergotong royong. Di akhir pembelajaran ternyata hasil belajar siswa sangat rendah. Kemudian bersama teman sejawat dan supervisior mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan pembelajaran sebagai acuan perbaikan pembelajaran pada siklus I.
Siklus I
Dengan mengingat kelemahan pada pembelajaran sebelumnya serta saran dari teman sejawat dan supervisior. Praktik menggunakan metode diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya secara teratur dan pengarahan bimbingan secara terus-menerus. Siswa dimotivasi untuk aktif dalam arti siswa mau dibimbing secara individu, dan secara berulang. Dengan penggunaan metode diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya diharapkan mampu meningkatkan prestasi siswa.
Siklus II
Setelah melalui siklus I maka peneliti sudah mempunyai pengalaman dari refleksi siklus I. Maka dengan perencanaan yang baik akan mempengaruhi jalanya proses pembelajaran yang baik. Pada siklus II ini pelaksanaan pembelajaran ditekankan pada pemantapan penggunaan metode diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya. Dari hasil evalusi siswa maka terlihat adanya peningkatan yang drastis dari prasiklus dengan siklus II ini. Hal ini terbukti bahwa hasil belajar siswa pada prasiklus yang mencapai KKM ≥70 hanya ada 7 orang atau 31,8%, dan pada siklus II ini hasil belajar siswa meningkat menjadi 19 orang atau 86,4% siswa mencapai ketuntasan klasikal. Hal ini terbukti bahwa metode diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya memang benar yang akhirnya mampu meningkatkan pemahaman.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Metode pembelajaran diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran PKn.
Metode pembelajaran diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya dapat merangsang siswa dalam terkondisinya aktivitas belajar baik secara individu atau kelompok.
Dengan metode pembelajaran diskusi kelompok terbimbing tutor sebaya siswa yang memperoleh ≥ 70 sebelum tindakan dilakukan berjumlah 7 orang (31,8%), pada perbaikan pertama 8 orang (63,6%) dan sedangkan setelah dilakukan tindakan pada siklus II 19 orang (86,4%) tuntas.
Saran
Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya mata pelajaran PKn, hendaknya para pengajar perlu memperhatikan langkah-langkah dalam melaksanakan model pembelajaran yang baik. Hal ini merupakan salah satu cara merangsang agar siswa berusaha lebih baik memupuk inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri.
Daftar Pustaka
Depdiknas. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan, Kurikulum dan Silabus Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Depdiknas
Djahiri. 1994. Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prima
Drijen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Hakiim, Lukman. 2009. Perencanaan Pembelajaran.
Bandung : CV. Wacana Prima.
Karli Hilda, dkk. 2007. Panduan Belajar Tematik SD Untuk Kelas II Semester 1. Bandung : Penerbit Erlangga.
Maftuh Bunyamin. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Nana Sudjana. 1988. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sanusi. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Somantri Nu’man. 2001. Proses Belajar Mengajar, Jakarta. P.T. Bumi Aksara
Suryanto H, dkk. 2008. Indahnya Bahasa dan Sastra SD/MI Kelas II. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Tim Penulis. 2007. Model Silabus Tematis. Jakarta : Nadya Media.
Wahyudi. 2001. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Wardani, Igak. 2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka.
Widihastuti Setiati, dkk. 2008. Pendidikan Kerwarganegaraan SD/MI Kelas II. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Winataputra Udin S, Dkk. 2003. Setrategi Belajar Mengajar.
Jakarta : Universitas Terbuka.
Winataputra Udin S. 2010. Materi Dan Pembelajaran PKn SD. Jakarta :
Universitas Terbuka.
Karya John Ady Susilo Tenaga Pendidik SDN4 Bayung Lencir
0 Responses So Far: