Metode Diskusi Kelompok Terbimbing Model Tutor Sebaya



Rendahnya mutu pendidikan Indonesia telah banyak disadari oleh berbagai pihak, terutama oleh para pemerhati pendidikan di Indonesia. Rendahnya mutu pendidikan ini dapat dilihat, antara lain, dari rendahnya rata-rata nilai Ujian Nasional (UAN) untuk semua bidang studi yang di-UN-kan, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Berdasarkan kenyataan tersebut perlu ada upaya serius untuk meningkatkan nilai UN agar anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menimba ilmu di bangku pendidikan benar-benar dalam kondisi siap untuk menghadapi UN. Para siswa didik, khususnya kelas IX, harus diberikan bekal yang cukup memadai sehingga mampu mengerjakan soal-soal UN dengan baik.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya nilai UN yang dicapai oleh siswa SMP. Pertama, kurangnya motivasi siswa didik untuk meraih nilai akademis yang tinggi. Hal itu disebabkan oleh situasi dan kondisi pendidikan dalam lingkungan keluarga yang kurang mendukung.
Kedua, merebaknya sikap instan yang melanda kehidupan kaum remaja. Hal ini disebabkan oleh kuatnya sikap permisif masyarakat yang cenderung membiarkan berbagai perilaku anomali sosial berlangsung di tengah-tengah panggung kehidupan sosial. Masyarakat yang seharusnya menjadi kekuatan kontrol untuk ikut menanggulangi berbagai persoalan sosial yang kurang sehat cederung bersikap permisif dan masa bodoh. Sikap instan yang ingin meraih sukses tanpa kerja keras pun dinilai sebagai hal yang wajar terjadi.
Ketiga, guru dinilai kurang kreatif dalam melakukan inovasi pembelajaran, baik dalam pemilihan materi ajar, metode pembelajaran, maupun media pembelajaran, sehingga siswa didik cenderung pasif dan bosan dalam menghadapi atmosfer pembelajaran di kelas. Suasana kelas bagaikan “kerangkeng penjara” yang pengap dan sumpek; tanpa ada celah “kebebasan” bagi peserta didik untuk menikmati kegiatan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Yang lebih mencemaskan, siswa didik diperlakukan bagaikan “tong sampah” ilmu pengetahuan yang hanya sekadar menjadi penampung ilmu, tanpa memiliki kesempatan untuk melakukan pendalaman, refleksi, dan dialog.
Berdasarkan pengalaman empiris, kurang kreatifnya guru dalam melakukan inovasi pembelajaran memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemampuan siswa dalam dalam menguasai kompetensi yang seharusnya dicapai. Metode drill yang dilakukan menjelang pelaksanaan UN, dinilai terlalu banyak memberikan intervensi dan tekanan psikologis kepada siswa. Akibatnya, siswa cenderung hanya mampu menjadi penghafal kelas wahid daripada menjadi seorang pembelajar yang haus ilmu pengetahuan. Mereka diperlakukan secara mekanis bagaikan robot sehingga tidak memiliki kesempatan untuk melakukan refleksi dan pendalaman materi ajar.
Dalam konteks demikian, diperlukan upaya serius dari para guru pengampu mata pelajaran yang diujikan secara nasional, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris, dan IPA untuk melakukan perubahan penggunaan metode drill. Salah satu metode yang diduga mampu membuat suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan ketika siswa mempelajari materi UN adalah metode diskusi kelompok model tutor sebaya. Melalui metode ini, siswa bisa berdialog dan berinteraksi dengan sesama siswa secara terbuka dan interaktif di bawah bimbingan guru sehingga siswa terpacu untuk menguasai bahan ajar yang disajikan sesuai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan.
Diskusi kelompok terbimbing dengan model tutur sebaya merupakan kelompok diskusi yang beranggotakan 5-6 siswa pada setiap kelas di bawah bimbingan guru mata pelajaran dengan menggunakan tutor sebaya. Tutur sebaya adalah siswa di kelas tertentu yang memiliki kemampuan di atas rata-rata anggotanya yang memiliki tugas untuk membantu kesulitan anggota dalam memahami materi ajar. Dengan menggunakan model tutor sebaya diharapkan setiap anggota lebih mudah dan leluasa dalam menyampaikan masalah yang dihadapi sehingga siswa yang bersangkutan terpacu semangatnya untuk mempelajari materi ajar dengan baik.

Untuk menghidupkan suasana kompetitif, setiap kelompok harus terus dipacu untuk menjadi kelompok yang terbaik. Oleh karena itu, selain aktivitas anggota kelompok, peran ketua kelompok atau tutor sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kelompok dalam mempelajari materi ajar yang disajikan. Ketua kelompok dipilih secara demokratis oleh seluruh siswa. Misalnya, jika di suatu kelas terdapat 46 siswa, berarti ada 9 kelompok dengan catatan ada satu kelompok yang terdiri atas 6 siswa. Sebelum diskusi kelompok terbentuk, siswa perlu mengajukan calon tutor. Seorang tutor hendaknya memiliki kriteria: (1) memiliki kemampuan akademis di atas rata-rata siswa satu kelas; (2) mampu menjalin kerja sama dengan sesama siswa; (3) memiliki motivasi tinggi untuk meraih prestasi akademis yang baik; (4) memiliki sikap toleransi dan tenggang rasa dengan sesama; (5) memiliki motivasi tinggi untuk menjadikan kelompok diskusinya sebagai yang terbaik; (6) bersikap rendah hati, pemberani, dan bertanggung jawab; dan (7) suka membantu sesamanya yang mengalami kesulitan.
Tutor atau ketua kelompok memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: (1) memberikan tutorial kepada anggota terhadap materi ajar yang sedang dipelajari; (2) mengkoordinir proses diskusi agar berlangsung kreatif dan dinamis; (3) menyampaikan permasalahan kepada guru pembimbing apabila ada materi ajar yang belum dikuasai; (4) menyusun jadwal diskusi bersama anggota kelompok, baik pada saat tatap muka di kelas maupun di luar kelas, secara rutin dan insidental untuk memecahkan masalah yang dihadapi; (4) melaporkan perkembangan akademis kelompoknya kepada guru pembimbing pada setiap materi yang dipelajari.
Peran guru dalam metode diskusi kelompok terbimbing model tutor sebaya hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing terbatas. Artinya, guru hanya melakukan intervensi ketika betul-betul diperlukan oleh siswa.
SKL dan ruang lingkup materi yang didiskusikan:



Karya John Ady Susilo Tenaga Pendidik SDN4 Bayung Lencir


0 Responses So Far: