Banyak yang mengatakan bahwa
berwirausaha itu layaknya naik roller coaster: Naik dan turun, melaju
dalam berbagai kecepatan, baik cepat maupun lambat, kadang di atas,
kadang di bawah.
Dan saat berhenti, para wirausaha pucat pasi, merasa seolah-olah darah mereka tercecer di sepanjang jalur roller coaster tersebut. Menegangkan, sekaligus mengasyikkan.
Nah, saking asyik berkutat sebagai pengusaha, kerap kali Anda lebih sibuk mencari uang tanpa mempedulikan hal-hal yang seharusnya Anda mulai lakukan, atau bahkan yang menjadi hak Anda. Padahal, mumpung perusahaan masih kecil, inilah saat yang tepat bagi Anda untuk berdisiplin.
Berikan upah kepada diri Anda. Nyatanya, para wirausaha cenderung mengabaikan apresiasi kepada diri sendiri dalam bentuk uang. Padahal, Anda sudah bekerja, maka Anda layak digaji. Tak usah dalam jumlah yang bombastis, namun paling tidak mencukupi kebutuhan dan gaya hidup Anda sebelum mulai berwirausaha. Targetkan kenaikan gaji Anda pula, sehingga Anda semakin bersemangat. Sebaliknya, pada saat perusahaan mendapatkan penghasilan yang besar, dengan sistem ini Anda tidak tergoda untuk menghambur-hamburkannya karena tahu ‘hak’ Anda hanyalah sebesar gaji. Ya, mungkin bisa sedikit Anda tambah dengan bonus. Tetapi intinya, menggaji diri sendiri, sekalipun itu adalah perusahaan Anda, akan mendisiplinkan Anda sebagai wirausaha.
Pisahkan uang Anda dan perusahaan. Yang kerap terjadi, para wirausaha lalai membuat sistem keuangan perusahaan. Pikir mereka, ‘Toh, usahanya masih kecil.’ Padahal, memiliki sistem keuangan sejak perusahaan masih kecil akan menumbuhkan kedisiplinan di masa mendatang. Uang perusahaan pun tak akan bercampur dengan uang pribadi, dan sebaliknya, sehingga kinerja perusahaan dapat terlihat dengan nyata. Kalaupun ada uang pribadi yang terpakai perusahaan, buat catatan dan masukkan sebagai utang perusahaan. Sebaliknya, kalau Anda yang memakai uang perusahaan, juga buat catatan dan jadikan sebagai piutang perusahaan.
Asetku, asetmu. Dalam memulai sebuah usaha, wajar saja kalau Anda menggunakan aset pribadi sebagai pendukung awal. No problem. Tetapi yang Anda harus ingat adalah Anda harus selalu membuat catatan aset, berapa pun kecilnya. Bila pada akhirnya Anda merelakan aset tersebut menjadi milik perusahaan, lakukan pembaruan pada daftar aset.
Dan saat berhenti, para wirausaha pucat pasi, merasa seolah-olah darah mereka tercecer di sepanjang jalur roller coaster tersebut. Menegangkan, sekaligus mengasyikkan.
Nah, saking asyik berkutat sebagai pengusaha, kerap kali Anda lebih sibuk mencari uang tanpa mempedulikan hal-hal yang seharusnya Anda mulai lakukan, atau bahkan yang menjadi hak Anda. Padahal, mumpung perusahaan masih kecil, inilah saat yang tepat bagi Anda untuk berdisiplin.
Berikan upah kepada diri Anda. Nyatanya, para wirausaha cenderung mengabaikan apresiasi kepada diri sendiri dalam bentuk uang. Padahal, Anda sudah bekerja, maka Anda layak digaji. Tak usah dalam jumlah yang bombastis, namun paling tidak mencukupi kebutuhan dan gaya hidup Anda sebelum mulai berwirausaha. Targetkan kenaikan gaji Anda pula, sehingga Anda semakin bersemangat. Sebaliknya, pada saat perusahaan mendapatkan penghasilan yang besar, dengan sistem ini Anda tidak tergoda untuk menghambur-hamburkannya karena tahu ‘hak’ Anda hanyalah sebesar gaji. Ya, mungkin bisa sedikit Anda tambah dengan bonus. Tetapi intinya, menggaji diri sendiri, sekalipun itu adalah perusahaan Anda, akan mendisiplinkan Anda sebagai wirausaha.
Pisahkan uang Anda dan perusahaan. Yang kerap terjadi, para wirausaha lalai membuat sistem keuangan perusahaan. Pikir mereka, ‘Toh, usahanya masih kecil.’ Padahal, memiliki sistem keuangan sejak perusahaan masih kecil akan menumbuhkan kedisiplinan di masa mendatang. Uang perusahaan pun tak akan bercampur dengan uang pribadi, dan sebaliknya, sehingga kinerja perusahaan dapat terlihat dengan nyata. Kalaupun ada uang pribadi yang terpakai perusahaan, buat catatan dan masukkan sebagai utang perusahaan. Sebaliknya, kalau Anda yang memakai uang perusahaan, juga buat catatan dan jadikan sebagai piutang perusahaan.
Asetku, asetmu. Dalam memulai sebuah usaha, wajar saja kalau Anda menggunakan aset pribadi sebagai pendukung awal. No problem. Tetapi yang Anda harus ingat adalah Anda harus selalu membuat catatan aset, berapa pun kecilnya. Bila pada akhirnya Anda merelakan aset tersebut menjadi milik perusahaan, lakukan pembaruan pada daftar aset.
Karya John Ady Susilo Tenaga Pendidik SDN4 Bayung Lencir
0 Responses So Far: